Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teknik Inseminasi Buatan dan Manfaatnya

Teknik Inseminasi Buatan dan Manfaatnya

Teknik Inseminasi Buatan

Teknik ini dikenal dengan nama kawin suntik, adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan sperma yang telah dicairkan dan diproses terlebih dahulu yang berasal   dari  ternak   jantan   ke  dalam  saluran   alat   kelamin   betina  dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut “ insemination gun”.

Teknik inseminasi buatan memiliki beberapa tujuan, yaitu:

  1. Memperbaiki mutu genetika ternak.
  2. Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama.
  3. Meningkatkan angka kelahiran dengan cepat dan teratur. d.   Mencegah penularan dan penyebaran penyakit kelamin.


Penerapan IB pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu:

  • Semen beku

Permasalahan  utama pada semen  yang  dibekukan adalah adanya  pengaruh kejutan  dingin  (cold  shock)  terhadap  sel  yang  dibekukan  dan  perubahan- perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang bertalian dengan pembentukan kristal-kristal es. Kristal-kristal es yang terbentuk akan merusak sel spermatozoa secara mekanik, permeabilitas membran sel berubah dan pada saat proses thawing (pencairan kembali semen) menyebabkan spermatozoa mati. Untuk menghindari hal tersebut maka proses penanganan semen selama pembekuan harus menjadi perhatian utama, diantaranya penambahan kriprotektan (seperti gliserol) ke dalam pengencer untuk meminimalkan pembentukan kristal-kristal es, pengaturan waktu ekuilibrasi, penyimpanan semen dalam kontainer (berisi N2  cair) dan tidak boleh dipindah-pindahkan  atau  dikeluarkan  lewat  mulut  kontainer,  serta  ketepatan waktu, dan suhu thawing. Salah satu penyebab tingginya kematian spermatozoa setelah thawing adalah terjadinya perubahan suhu semen beku dalam kontainer akibat manipulasi semen beku di dalam kontainer N2  cair tidak benar. Standar minimal kualitas semen beku ditinjau dari motilitas spermatozoa untuk digunakan dalam program IB adalah 40 %.

  • Ternak betina sebagai akseptor IB

Betina sebagai akseptor IB harus sehat organ dan saluran reproduksinya atau dengan kata lain tidak terjadi gangguan pada organ dan saluran reproduksi, karena bila terjadi gangguan akan menyebabkan terjadinya kegagalan proses pembuahan. Pengaruh  yang  ditimbulkan  apabila  terjadi  gangguan  reproduksi  pada  ternak betina  adalah  tanda-tanda  fisiologis  yang  menunjukkan  bahwa ternak  tersebut berahi tidak nampak, dalam pengertian pengeluaran lendir melalui vulva, vulva bengkak, dan vulva berwarna merah tidak nampak.

  • Keterampilan tenaga pelaksana (inseminator)

Keterampilan  teknisi berkaitan  erat dengan  kemampuan  inseminator  untuk melakukan inseminasi dengan tepat sasaran dan waktu, dan ini berkaitan erat pula dengan tingkat pengetahuan zooteknis peternak.

  • Pengetahuan zooteknis peternak

Peternak harus mampu pula mendeteksi berahi pada ternak betina, apakah berahi atau tidak dan melaporkan kejadian berahi dengan tepat waktu kepada inseminator.

Keempat faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya  rendah  menyebabkan  hasil  IB  juga  akan  rendah,  dalam  pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal. Apabila semua faktor di atas diperhatikan diharapkan bahwa hasil IB akan lebih tinggi atau hasilnya lebih baik dibandingkan dengan perkawinan alam. Hal ini berarti dengan tingginya hasil IB diharapkan efisiensi produktivitas akan tinggi pula, yang ditandai dengan meningkatnya populasi ternak dan disertai dengan terjadinya perbaikan kualitas genetik ternak, karena semen yang dipakai berasal dari pejantan unggul yang terseleksi.

Prosedur yang dilakukan dalam tekni IB adalah :

  1. Teknik IUI (Intrauterine Insemination) Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke lubang uterine (rahim).
  2. Teknik DIPI (Direct  Intraperitoneal  Insemination) Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke  peritoneal (rongga peritoneum).

Teknik    IUI    dan    DIPI    dilakukan    dengan    menggunakan    alat    yang disebut bivalve  speculum,  yaitu  suatu  alat  yang  berbentuk  seperti  selang  dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain   dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan kedalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak   0,5–2   ml.   Setelah   inseminasi   selesai   dilakukan,   orang   yang mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit.

Manfaat penerapan IB pada ternak adalah sebagai berikut:

  1. Bibit  ternak  yang  baik  selalu  tersedia  dan  mudah  diperoleh.  Dengan  IB, pejantan bergenetik unggul telah terbukti kebaikannya dan bisa disediakan untuk hampir semua peternak.
  2. Mengurangi terjadinya bahaya, pekerjaan, dan biaya perawatan. Dalam IB, jumlah pejantan yang dipelihara semakin sedikit sehingga mengurangi biaya perawatan.
  3. Hasil persilangan (cross-breeding) yang tidak disukai dapat dihindarkan.
  4. Sangat  berguna  untuk  digunakan  pada  betina-betina  yang  berada  dalam keadaan estrus dan berovulasi tetapi tidak mau berdiri untuk dinaiki pejantan.
  5. Dapat   menghindari   penyakit   yang   bersifat   venereal.   Penyakit-penyakit venereal seperti vibrosis dan trichomoniasis yang dapat menyebar dari ternak betina satu ke ternak betina yang lain pada waktu perkawinan alam dapat dihindarkan melalui IB.
  6. Dapat  memanfaatkan  ternak  jantan  yang  invalid,  lumpuh,  patah  kaki,  dan sebagainya yang tidak dapat mengawini betina secara alamiah melalui proses penampungan semennya.
  7. Memperbaiki   tingkat   dan   efisiensi   seleksi   genetik   dan   meningkatkan performans produksi ternak.
  8. Adanya  IB  akan  memberikan  kemungkinan  kesuburan  (fertilitas)  ternak karena semen diolah dengan baik dan diinseminasikan dengan tepat waktu, serta dapat memberikan gambaran tentang kondisi peternakan di suatu daerah. 
  9. Memungkinkan bertemunya suatu pasangan ternak yang tidak serasi, misalnya pejantan yang besar dengan ternak betina yang kecil atau sebaliknya. Bila ternak-ternak tersebut kawin secara alamiah, maka akan sangat sulit tercapai dan  bisa  menimbulkan  keadaan  fatal  berupa  luka-luka  atau  patah  tulang (Hafez, 1993).

Penerapan IB ini sudah hampir lima puluh tahun, namun tetap saja masih menimbulkan  pro  dan  kontra  di  masyarakat  (petani/peternak)  sebagai penggunanya karena hasil dari penerapan teknologi ini berfluktuasi dari tahun ke tahun. Penerapan IB berhubungan erat dengan aspek kesehatan dan penyelamatan dari kepunahan ternak asli (animal welfare). Problem utama dalam sistem animal welfare dalam kaitannya dengan penerapan teknologi adalah efisiensi produksi. Problem ini berkaitan erat pula dengan beberapa faktor, diantaranya (1) ekspresi gen (pertumbuhan yang cepat atau produksi susu tinggi), (2) teknik perkawinan, dan (3) mutasi gen (Toelihere, 1985).

Disamping itu hasil IB masih sangat bervariasi, dan hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

  1. Jumlah spermatozoa yang diinseminasikan. 
  2. Kualitas spermatozoa.
  3. Pejantan yang digunakan.
  4. Estrus alamiah atau dengan sinkronisasi estrus. 
  5. Letak semen dideposisikan.
  6. Jarak antara kelahiran terakhir dengan inseminasi
  7. Umur dari induk yang diinseminasi.
  8. Waktu inseminasi.
  9. Faktor pakan, temperatur, dan tingkat stress ternak.

Posting Komentar untuk "Teknik Inseminasi Buatan dan Manfaatnya"